APAKAH SEBAIKNYA AKU ALPA?
Apakah sebaiknya aku alpa?! |
Apakah sebaiknya aku alpa? Ketika kata-kata begitu banyak memenuhi kepala. Ketika ingatan jauh berjalan ke masa silam. Ketika itu justru segalanya sulit diungkapkan.
Gaduh. Berisik. Ah, kenapa jadi begitu pelik. Gaduh yang hanya terngiang di telingaku. Berisik yang hanya aku seorang yang mendengar. Keributan macam apa ini. Kenapa teramat sulit meredamnya. Kenapa hanya berani berteriak di kepalaku saja. Kenapa tidak keluar agar semuanya dengar.
Inikah yang dinamakan pengecut? Tapi siapa? Aku? Atau mereka, suara-suara gaduh itu?
Mereka kah yang pengecut? Yang beraninya keroyokan dan hanya berputar di kepala. Atau aku yang terlalu ragu untuk melawan.
Tapi jika pun aku cukup berani melawan, akankah mereka terlawan?! Atau justru aku yang babak belur dihantam pikiran-pikiranku sendiri.
Aku tak boleh gegabah jika tak ingin kalah dan berakhir jadi bahan olokan. Pikiran-pikiran liar itu harus dijinakkan, bukan dilawan. Harus kuatur strategi mumpuni agar mereka mau berdamai. Segala kekacauan akibat keributan ini harus segera diakhiri. Agar semua bisa tertata rapi kembali.
Tapi bagaimana? Bagaimana cara mengajak mereka berdamai? Haruskah kusuguhkan makanan enak kesukaanku lalu kami duduk bersama menyantapnya: es krim, cokelat, aneka keripik bermicin, juga minuman dingin dengan gula tinggi. Boleh juga semangkuk bakso, sate, juga kebab. Makanan memang pilihan tepat memperlancar obrolan.
Tapi apakah obrolan sepenting ini bisa selesai dengan suguhan makanan. Aku jadi khawatir mereka justru minta lebih, suasa asik di pinggir pantai misalnya. Atau bahkan di dalam tenda di puncak gunung. Sambil menahan dingin, aku bisa memaksa mereka untuk berdamai dengan iming-iming kasur yang empuk. Bisa jadi mereka tak akan menolak. Kasur yang empuk memang sering dirindukan saat camping di alam hanya beralaskan matras.
Bagaimana jika ternyata mereka ingin dimanjakan dengan kenyamanan layaknya di hotel berbintang. Makan sepuasnya tanpa harus berpikir akan jumlah tagihan. Berleha-leha sampai jauh malam tanpa harus khawatir besok mesti kerja. Apakah aku akan tetap menurutinya demi satu kata: damai.
Meja perundingan sudah ditentukan. Aku semakin bimbang. Apakah sebaiknya aku alpa? Entah lah! Mungkin ada baiknya aku ngadem sejenak di Indomaret untuk mencari jawabnya.
Medan, 05 April 2021
0 komentar