PENGALAMAN KENA RAZIA POLISI SYARIAH DI SABANG
Pengalaman kena razia Polisi Syariah di Sabang |
Pengalaman Kena Razia Polisi Syariah di Sabang : Ini mungkin bakal jadi salah satu pengalaman tak terlupakan selama ngetrip: kena razia polisi syariah di kota Sabang. Omaigaat! Sungguh tak kuduga bakalan mengalaminya.
Ini cerita trip taon lalu. Karena taon ini memang belum ada kemana-mana karena si corona ini tak kunjung beranjak dari Indonesia tercinta huhuhuhuuu, padahal udah kangen ngetrip akunya loh. Semoga keadaan segera membaik ya gaes.
Oke, balik ke cerita pengalaman kena razia polisi syariah di Sabang. Kalian pasti tau lah ya kalau di wilayah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam selain polisi pada umumnya yang sering kita lihat, ada juga yang dinamakan polisi syariah atau disebut juga Wilayatul Hisbah (WH).
Wilayatul Hisbah adalah lembaga pengawasan pelaksanaan Syariat Islam di Provinsi Aceh. Istilah ini juga digunakan oleh masyarakat umum dan pada pemberitaan mediah massa sebagai “panggilan” untuk polisi Syariah Islam (Wikipedia)
September 2019 lalu aku, Kak Nana, Fahmi, Ibenk, mutusin buat ngetrip ke Sabang. Keputusan ini dadakan sih sebenarnya. Awalnya kami mau ke Pekanbaru buat nonton konser SO7, tapi di hari keberangkatan justru dapat kabar kalau SO7 batal manggung karena kabut asap yang membahayakan. Karena mobil udah dirental, yaudahlah kita putusin tetap berangkat tapi ganti tujuan. Disepakati lah ke Sabang.
Hari pertama di Sabang kita nginap di Iboih. Nah hari keduanya baru nginap di kota Sabangnya. Nyampe di kota Sabang sebenarnya kita sekitar tengah hari sore gitu. Berhubung di antara kami berempat aku yang udah beberapa kali ke Sabang, jadi trip kali itu aku yang kasi rekomendari tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi.
Aku sempat bingung mau kemana dulu. Di satu sisi pengen ngulang menikmati suasana sore di area Aci Rasa Coffee yang letaknya tepat di pinggir laut. Juni 2019 aku memang menghabiskan sore disitu saat ngetrip ke Sabang bareng Ulan dan Yokko. Sore disitu menurutku asik. Bisa menikmati pemandangan laut dengan kapal-kapal seliweran sambil menikmati kuliner. Trus juga aku penasaran sama tugu merah putih yang tak jauh dari café. waktu itu aku cuma liat doang dari kejauhan, jadi waktu trip September itu pengen dong naik ke atas.
Bangunan tinggi di sisi kanan foto ini Menara Merah Putih Sabang yang bikin aku penasaran (Foto: Ulan) |
Tapi karena masih panas banget kayaknya nggak seru juga disana. Enaknya saat matahari mulai turun jadi nggak panas-panas banget. Jadi lah kuputuskan buat ngajak mereka makan di Freddies Sumur Tiga.
Sebelum beranjang dari Freddies Sumur Tiga, wefie dulu :) |
Kita gerak dari Sumut Tiga saat hari mulai gelap. Cari penginapan dan akhirnya memutuskan buat nginap di Wisma Sejiwa yang letaknya di jalan utama kota Sabang. Kenapa nggak nginap di sekitaran Sumur Tiga? Jawabannya ya karena pengen aja ngerasain nginap di area pusat kota. Walaupun memang secara pribadi aku ngerasa kurang nyaman juga penginapannya. Tapi untuk sekedar tidur dan cari yang murah ya oke lah :D
Malam itu, seusai makan malam di warung mie Sedap yang terkenal di Kota Sabang, karena masing-masing punya rencana, jadilah kami sepakat buat jalan masing-masing. Ibenk dan Fahmi mau lanjut ngopi katanya. Berhubung Kak Nana mau nyari oleh-oleh plus rok buat dipakai besok ke Masjid Raya Banda Aceh. Jadi lah kami jalan-jalan santai menyusuri toko oleh-oleh yang ada di sepanjang kiri-kanan jalan.
Usai beli oleh-oleh dan rok Kak Nana, kami berencana ke café bergabung dengan Ibenk dan Fahmi. Tapi karena sore tadi nggak sempat ke menara, jadi lah ke menara merah putih dulu.
Just info, Menara Merah Putih ini termasuk baru pembangunannya. Kenapa disebut menara merah putih aku juga kurang tau. Barangkali karena warnanya merah putih kali ya.
Menapaki tangga demi tangga menara ini sebenarnya adalah tantangan tersendiri buat aku. Jalinan anak tangga berbentuk memutar dari atas hingga ke puncak menara ini memberi sensasi nyes manakala kaki semakin tinggi menapak. Getaran kecil bak gempa ringan itu bikin nyali ciut, efeknya kepala jadi sedikit pusing, apalagi kalau melihat lurus ke bawah, ouw ouw ouw,,, darah pun berdesir.
Aku bukan termasuk yang bernyali besar untuk hal-hal yang menguji adrenalin begini. Khususnya yang berhubungan dengan ketinggian dan memberi efek berasa mau jatuh gitu. Makanya di setengah perjalanan aku mikir mau balik arah aja. Betis nyut-nyutan gaes, lutut bergetar, jantungpun berdegup tak seperti biasanya. Ditambah lagi napas mulai ngos-ngosan.
Semakin ke atas, desiran angin lebih terasa, aku ngerasa kok ya ini menara jadi lebih kuat bergoncang. Haduuuh jadi parno, ntar kalo ambruk gimana? Semakin besar lah niat buat balik arah.
Tapi suara ketawa-ketawa di atas menara bikin kesel. Karena setelah aku fokus ke sumber suara, ternyata mereka sengaja mukul-mukul besi menara di atas, biar semakin kencang guncangannya. Kurang asem nih mereka.
Di ceng-cengin gitu aku kesel dong. Walau sebenarnya jantung mau copot tapi lanjut naik aja ngikutin Kak Nana yang ada di depanku. Tentunya sambil teriak dong aku “Jangan digoyang-goyang!!!” ke mereka yang di puncak menara.
Sambil melawan rasa was-was di dada dan mengabaikan kepala yang sedikit pusing, sampai lah kami di puncak menara. Ada beberapa laki-laki disana, remaja tanggung. Mereka ini yang tadi sengaja ngegoyang menara dengan mukul-mukul besinya biar bergetar. Plus ngetawain kami karena kami takut mau naik. Huh, untung ini nggak di Medan dek, kalo di Medan udah kujitak kepala kelen satu-satu :P
Mereka ternyata penduduk setempat. Bukan wisatawan seperti kami. Ngobrol bentar basa-basi ke mereka, kami sengaja tak ingin cepat-cepat turun. Bukan apa-apa, naiknya itu butuh perjuangan geng. Udah di atas gini udah asik lah, banyak angin, bisa menikmati pemandangan laut Sabang di malam hari dengan lampu-lampu kapal sebagai penerang. Asal nggak liat lurus ke bawah aja semua aman lah.
Perkiraanku, remaja-remaja tanggung ini ngejadiin puncak menara ini sebagai tempat persembunyian aman buat mereka ngerokok. Biar nggak ketauan ortu gitu. Soalnya kalau diliat dari suara, postur tubuh, dan cara bicara mereka, masih remaja tanggung banget.
Sepertinya mereka masih pengen berlama-lama di atas, bahkan sempat nanya kami kok nggak turun. Dan karena kami malah ngedeprok di lantai, mereka akhirnya turun. Dan kalian tau, mereka itu turunnya sambil kayak lari, dasssaarrrrr!!! Otomatis lah jadi lebih kuat goncangannya, bikin sport jantung aja.
Setelah mereka turun, tinggal lah kami berdua. Ngobrol ngalor ngidul sampe lupa waktu. Kami bahkan lupa rencana awal mau gabung ngopi bareng Ibenk dan Fahmi. Suasana temaram yang tenang dan angin yang berhembus bikin kita berdua betah berlama-lama di atas. Aku bahkan sempat bilang ke Kak Nana kalau misal bawa tenda, daripada nginap di penginapan, tidur disini bisa juga nih hahhahaa
pemandangan dari puncak menara merah putih sabang |
Waktu terus berjalan tanpa kami sadari saking asiknya ngobrol. Udah jam sebelasan lewat. menara terasa bergoyang lebih intens, rupanya ada yang naik. Dua orang remaja tanggung. Mereka nggak nyangka ada kami di atas. Ada sekitar 5 menitan mereka di atas sambil ngerokok. Sama seperti remaja tanggung di awal tadi, mereka nanya kami ada rencana turun apa nggak. Kami bilang nggak.
Karena kami bilang bilang nggak ada rencana turun dalam waktu dekat, turun lagi lah mereka. Alasannya takut disangka pacaran. Waktu dengar alasannya aku kayak yang “whats?!” gitu loh, berasa keki aja. Cem betol aja pacaran sama bocah-bocah ini, kepedean banget sih mereka, pikirku.
Sekitar 20 menitan setelah mereka turun, kembali terasa ada langkah naik ke menara. Kali ini langkahnya lebih smooth, nggak grusa-grusu seperti remaja tanggung sebelumnya. Aku sih mikirnya ya palingan mereka lagi. Eh gitu njebul kok ya pria dewasa berseragam dengan napas ngos-ngosan. Oo…o.. ada apa ini?! Sinyal di kepalaku pun seakan ngeberi warning antara was-was tapi harus tetap stay cool.
Pria dewasa berseragam ini ternyata ngebawa senter gaes. Dan mengarahkan sinar senternya ke arah kami berdua. Refleks lah tangan mengambil posisi menghalangi sinar senter, kesannya kayak nutupin wajah dari kamera kalo di tayangan penggerebekan di tv tv hahhahaha,,, padahal karena silau matanya kena cahaya lampu.
Aku lupa ada berapa orang yang naik ke menara. Tapi setelah melihat kami berdua perempuan, salah satu dari mereka teriak ke bawah, kasi info kalau ada dua orang dan keduanya perempuan. Omaigat! Ternyata mereka adalah polisi syariah yang lagi patroli.
Kami langsung ditanya-tanya dong, ngapain disini kok sampe malam, orang mana, nginap dimana, sama siapa, sampai diminta KTP. Walaupun seketika aku keinget cerita kawan yang pernah kena rajia polisi syariah di Banda Aceh dan kepikiran situasi terburuknya kami bakal dibawa ke kantor polisi trus jadi bahan pemberitaan, tapi tetep aja aku jawab santai dan apa adanya waktu ditanya mereka.
Aku bilang aja kalau kami lagi sesi curhat sampe lupa waktu kalo udah malam. Soalnya suasananya enak disini, kalau di Medan kan nggak bisa ngorbol-ngobrol sambil liat laut. Hahhahaa, apa adanya banget ya jawabanku. Dan mungkin karena jawaban santai kami jadinya mereka akhirnya juga lontarin pertanyaan-pertanyaan candaan kayak : “Ngapain ke Sabang? Mau cari cowok orang Sabang ya?!” sebuah candaan yang sebenarnya bikin keki tapi cukup buat aku menarik kesimpulan kalau situasinya nggak seburuk yang aku bayangkan di awal.
Story IG ku waktu itu :D |
Sempat khawatir bakal panjang urusan waktu mereka tanya nginap dimana, berapa orang dari medan, cewek apa cowok kawannya yang 2 lagi. Wohooo,,, mau jawab cewek tapi kok agak gimana gitu mau bohong. Jadi ya jujur aja kalo yang dua lagi cowok. Dan bener aja kan, dengar jawaban kami mereka pun terus mencecar dengan pertanyaan lainnya : tidurnya sekamar ama siapa, pasangan sah apa bukan, dll. Ya kami jawab aja sesuai kenyataan sekamar cewek ama cewek, yang cowok di kamar lain.
Yang lucunya waktu nanya status, aku jawab sudah ada pasangan. Tapi pas diperiksa KTP nya masih single hahhahha secara itu KTP dari jaman 2012. Trus pas Kak Nana ditanya dia jawab single, nah di KTP statusnya menikah wkkwkkwwk, ya gimana, itu KTP kan dibuat waktu dia belum pisah sama lakiknya. Cuma walau agak bingung dengan jawaban status kami yang beda dari yang tertera di KTP, tetep aja kalimat :” mau cari cowok orang Sabang ya?” terdengar lagi, ini orang emang ganjen atau jomblo akut yak?! :D
Untungnya kami nggak dibawa ke kantor. Cuma disuruh turun dan diberi penjelasan kalau disini nggak boleh sampai larut malam. Karena udah larut malam, gelap, sepi, takutnya jadi tempat pacaran atau terjadi hal-hal yang nggak diinginkan, misal tindakan kriminal. Mereka juga takut ada yang nekat bunuh diri lompat dari menara ini, makanya disuruh turun.
Kami nurut lah turun bareng mereka, dari pada berabe ya kan. Tapi pas turun inilah aku baru tau kalau di bawah itu personil mereka banyak gaes, mereka naik mobil polisi yang bagian belakangnya terbuka dengan kursi memanjang menghadap kanan kiri itu loh! Rame euy! Pake ada yang nyenterin dari bawah ke arah kami lagi, amsyoooong! Berasa jadi tersangka tindakan kejahatan euy hahhaha
Aku dan Kak Nana akhirnya mutusin buat balik ke penginapan, nggak jadi ngopi. Sepanjang jalan menuju penginapan kami ketawa-ketawa mulu gara-gara kejadian ini. Beneran nggak nyangka bakalan disamperin pak polisi di liburan kami kali ini. Pantes aja dari tadi tuh si remaja tanggung nanyain mulu “kakak nggak turun?” rupanya mereka takut pas ada patroli pas kitanya posisi lagi barengan gini. Makanya dia buru-buru turun waktu tau kita masih lama di atas.
Kalo dipikir-pikir, seandainya tuh bocah-bocah remaja nggak turun dan kebetulan ada patroli, bisa gawat juga situasinya ya. Walaupun kita nggak ngapa-ngapain dan nggak saling kenal. Bisa aja kan kita disangka lagi pacaran dan mesum hanya karena kita berada di lokasi yang sama di saat yang sama. Duuuh,,, amit-amit, jangan sampai deh kejadian gitu.
Kalau diingat-ingat kadang masih suka ketawa sendiri akunya. Padahal waktu itu tuh di sela-sela kami ngobrol Kak Nana beberapa kali nanya : “Ini nggak ada jam malamnya?!”
Aku selalu jawab “Nggak ada” dengan santainya. Karena aku mikirnya ya walaupun Sabang juga bagian dari wilayah Aceh, mungkin nggak seketat kalau kita main ke Masjid Raya Baiturahman Banda Aceh lah yang mengharuskan pakai pakaian syar’i. Lagian beberapa kali aku main ke Sabang, nggak pernah ngedapetin ada patroli, makanya aku pikir ya Sabang nggak seketat di Banda Aceh. Eh ternyata daku keliru hihihihii.
Oiya, btw gara-gara nulis ini aku jadi nyari-nyari info tentang polisi syariah. Ternyata gaes, berdasarkan aturan yang ada. Wewenang Wilayatul Hisbah atau Polisi Syariah ini hanya mengawasi, membina, dan menyidik. Mereka tidak punya kewenangan untuk menangkap ataupun menahan.
Tapi biasanya dalam prakteknya para Polisi Syariah ini dibantu sama Polisi Pamong Praja, nah mereka inilah yang punya kewenangan merazia bahkan menangkap orang yang kedapatan melanggar syariat islam di wilayah Provinsi Aceh.
Sebelumnya kan aku mikirnya yang merazia kami itu polisi syariah, tapi berdasarkan info-info yang aku dapat itu, bisa jadi bukan polisi syariah, melainkan polisi pamong praja. Atau bisa jadi gabungan keduanya. Merujuk pada keterangan bahwa polisi syariah biasanya dibantu polisi pamong praja.
Begitu lah gaes Pengalaman Kena Razia Polisi Syariah di Sabang. Walaupun pernah kena razia di Sabang, aku nggak kapok dan tetep pengen liburan ke Sabang kalau ada kesempatan lagi.
Kalian pernah punya pengalaman kena razia polisi syariah di Sabang ataupun di wilayah Aceh lainnya? Bagi dong ceritanya ke aku :)
2 komentar
lah ada juga ternyata di Sabang ya kak, dua kali ke Sabang bareng teman dan keluyurannya sampe malam waktu itu, untung ga kenak rajia waktu itu xD
BalasHapusAda ternyata Wina, aku aja baru tau kemarin itu karena ngalami sendiri. awalnya aku kira nggak ada, eh ternyata ada hahhahhaa
Hapus