SAMPAI KETEMU LAGI, KAWAN!
Sampai Ketemu Lagi, Kawan! |
Sampai Ketemu Lagi, Kawan! : Hola,,, apa kabar kalian gaes?! Bertemu lagi dengan aku di Senin yang sentimentil ini. Kenapa sentimentil, karena aku bakal nulis sesuatu yang ya bisa dibilang berbau curhatan lah.
Ceritanya sahabat aku yang selama ini juga merantau dan tinggal di Medan bakal pindah ke kota lain. Ada suatu hal yang nggak bisa aku ceritakan disini, yang menjadi alasan kenapa dia harus ninggalin Kota Medan dengan berat hati.
Sebenarnya beberapa tahun yang lalu dia udah pernah ninggalin Medan juga gaes, sebelum akhirnya beberapa bulan kemudian memutuskan balik lagi. Tapi entah kenapa waktu itu aku nggak merasa gimana-gimana sih. Santai aja mah aku dulu itu. Cuma entah kenapa kali ini kok ya ada perasaan yang sulit aku cerna. Perasaan seperti sedih, kehilangan, dan merasa sendiri gitu. Pokoknya ini perasaan cukup mengusik dalam beberapa hari ini.
Mungkin karena sebelum akhirnya dia memutuskan meninggalkan Medan, ada hal besar yang menimpanya yang juga membuat aku sedih plus kepikiran. Jadi ketika dia harus meninggalkan kota yang banyak kenangan ini, aku ngerasa di satu sisi ini jalan terbaik buat dia, tapi di sisi lain seperti belum siap juga nerima kalau dia harus pergi.
Jadi begitulah, beberapa hari ini aku didera perasaan sendirian. Ngerasa kosong, merasa sebatangkara di perantauan, nggak punya temen senasib gitu hahhahhaa. Padahal selama ini walaupun sama-sama tinggal di Medan, kami tergolong jarang ketemu.
Iya, kami jarang banget ketemu. Paling ya cuma sesekali aja. Tapi emang kita udah sahabatan dari kecil sih. Jadi walaupun jarang ketemu, ya kita sama-sama tau lah kalo kita saling menyayangi #eaaaak
Karena masalah besar yang menimpanya kemarin dan akhirnya memutuskan meninggalkan Medan, aku jadi keingat masa-masa kami kecil dulu sampe sekarang. Kita SD dan SMP bareng walau beda angkatan. Iya, rencananya dulu ortu mau masukin kita sekolah barengan. Tapi pas mau daftar SD dia nangis nggak mau, jadi aku daftar duluan. So dia jadi adik kelasku dong.
SMP, saat itu dulu di kampung kami banyak yang pilih sekolah MTs, tapi aku ngajak dia masuk SMP. Jadi lah dia SMP di sekolah yang sama bareng aku. Padahal di angkatannya, di kampung kami cuma dia seorang yang sekolah SMP.
Momen-momen mandi sungai bareng, makan bareng, ujan-ujanan bareng, jadi momen yang ngangenin kalau diingat sekarang.
Beranjak remaja. Kita dulu kemana-mana bareng. Baju kembaran. Potongan rambut sama. Pernah sampe digosipin lesbi karena selalu berdua. Tapi ya kita masa bodoh aja. Eh iya, masa-masa SMP ini kita sahabatan akrab bertiga. Cuma ya selain momen bertiga, kita berdua juga punya banyak momen bersama.
Lulus SMP, aku sekolah di Kisaran. Inget banget itu setahun kemudian, dia lulus SMP dan mau daftar sekolah ke Medan. Bukannya minta antar ortunya, dia malah ngajak aku ke Medan buat daftar sekolah dia. Jadilah kami ke Medan berdua, dengan aku yang walaupun pernah ke Medan, tapi ya tetap aja belum paham Medan. Ditambah lagi ini pengalaman pertama aku ke Medan naik angkutan umum bareng orang yang nggak tau Medan juga. Plus dianya tukang mabuk kendaraan pula.
Kita cukup nekat waktu itu. Dengan uang pas-pasan pula. Orang yang hendak dijumpai di yayasan tempat sahabatku itu daftar sekolah pun ternyata sedang banyak aktifitas. Jadi bisa dibilang kami terlantar kala itu hahhahhaa.
Malam pertama di Medan, menginap di rumah kenalan orang tua kami. Kami kelaparan. Aku lupa-lupa ingat, kalau tak salah yang punya rumah pergi keluar. Kami ditinggal di rumah. Entah memang tak dikasi makan atau kami makan sedikit aku kurang ingat. Tapi yang kuingat kami kelaparan malam itu. Jangan ditanya bagaimana perasaan kami waktu itu, masih remaja tanggung, jauh dari rumah dan perut kosong. So pasti sedih dan ingat ortu.
Lucunya keesokan paginya kami baru ingat kalau di tas kami ada roti yang kami bawa dari kampung. Hahhahaa,,,, coba kalau malamnya ingat, kan bisa untuk mengisi perut yang lapar. Keesokan harinya kami menginap di tempat lain. Siang hari di pinggir jalan menunggu adiknya abang ipar sahabatku itu menjemput. Kami menginap di rumah kontrakannya yang sederhana.
Kira-kira dua minggu atau sebulan setelah dia sekolah di Medan, ia pulang kampung. Karena aku ngekos di Kisaran, kami cuma ketemu di stasiun saat dia hendak kembali ke Medan. Waktu itu aku hampir telat, gitu sampai stasiun, pintu besi batas pengantar dan penumpang udah ditutup karena kereta udah mau berangkat. Jadi cuma say hi dengan batas pintu besi itu. Aku nggak tau karena apa, tapi waktu itu dia nangis. Waktu nulis ini aku baru ingat momen itu, dan sampe sekarang nggak tau dia dulu itu nangis karena apa wkwkkwkw
Lulus sekolah, aku nekat ke Medan bawa uang pas-pasan buat daftar kuliah. Numpang di kos-kosan dia. Karena aku daftar kuliah di hari terakhir pendaftaran sementara formulir pendaftaran habis plus yang daftar juga membludak, dari pagi sampai tengah malam aku di kampus, dia yang nemeni.
Sama seperti waktu aku nemeni dia daftar sekolah, disini kami juga kelaparan wkwkwkkw. Karena uangku pas-pasan. Dia juga belum dapat kiriman dari ortu. Jadi lah kami nggak makan siang.
Untungnya sore uang bulanannya udah ditransfer. Jadi kita naik angkot ke ATM, trus balik lagi ke kampus, makan di depan gerbang kampus setelah seharian nunggu antrian. Aku inget banget itu tengah malam urusan daftar SPMB baru kelar. Kami pulang naik angkot dari simpang Aksara ke Gatsu.
Kalau diingat-ingat banyak banget momen masa mudah yang kami lewati bareng-bareng. Masa-masa seru kala remaja. Dari masa-masa bandel sampe masa-masa penuh cita-cita. Kami dulu pernah punya cita-cita nikah bareng di umur 25. Ini tentu nggak kesampaian karena dia nikah sebelum umur 25 dan aku justru setelah 25. Kami juga pernah ngayal bisa tinggal satu kontrakan bareng, terinspirasi dari film 30 Hari Mencari Cinta. Yang ini juga nggak kesampaian sih.
Kalau lagi jalan bareng dan dapat kenalan, kami sering ngaku kakak adik dan kembar. Herannya tuh orang percaya-percaya aja. Padahal jelas-jelas dia putih aku hitam, dia gendut aku langsing *waktu itu*, yang sama paling model rambut aja. Cuma ya itu, mereka kok ya percaya kalau kami kembar, mirip juga kagak menurutku hahhaha
Kita pernah nekat sama-sama bolos sekolah buat nonton konser Sheila On 7 Di Rantau Prapat. Aku sampai jual hape kala itu buat biaya kami ngonser. Karena dia juga lagi nggak punya duit. Tapi kami nekat aja padahal lokasi konsernya dimana juga nggak tau. Mau nginap dimana juga nggak tau. Cuma nekat-nekat happy aja, bawa baju ganti juga nggak.
Besoknya pas pulang kita lari-lari ngejar kereta api yang udah jalan perlahan di stasiun. Naik di kereta kepala bareng masinis dan anak-anak punk yang sama kayak kami: bayar di atas karena nggak cukup duit buat beli tiket.
Pernah suatu ketika dia tiba-tiba nelfon dan sambil mewek nyuruh aku cepet nikah. Katanya dia sering kepikiran aku, entah kenapa waktu itu dia takut umurnya nggak panjang dan nggak bisa nyaksiin aku nikah, makanya dia nyuruh aku cepet-cepet nikah hahhahaha
Tahun lalu, saat salah satu keputusan besar dalam hidupku aku ambil. Dia jelas-jelas menentang keputusan itu. Dia takut kalau-kalau aku mengambil keputusan yang salah. Lagi-lagi sambil mewek dia bilang kalau dia cuma pengen aku bahagia, huhuhuuu,,, terharu aku tuh, uhuuk!
“Selama ini kau lah harapan, kau lah yang paling kupikirkan. Pokoknya kau harus bahagia. Harus dapat yang terbaik. Cukuplah kami aja yang kekgini, kau jangan. Harus kau yang paling berhasil di antara kita, harus kau yang paling bahagia. Nggak boleh nggak.”
Gitu lah kira-kira yang dia bilang waktu itu. Ya emang sih dulu banyak banget impian-impian masa muda kami. Tapi jalan hidup seringkali membawa kita jauh dari apa-apa yang kita impikan dulu. Seperti kami yang akhirnya berjalan dengan hidup masing-masing namun sebisa mungkin masih mencoba saling care satu sama lain.
Kalau diceritakan, tak akan cukup satu postingan. Banyak impian-impian masa muda yang akhirnya memang hanya untuk dikenang. Atau bahkan dilupakan sebelum sempat diwujudkan. Banyak waktu-waktu yang nggak kami lewatkan bersama. Kenangan demi kenangan masa kecil dan remaja itu pun banyak yang telah memudar di ingatan, tergerus arus waktu. Walau tak sedikit pulau yang masih terekam jelas di kepala.
Dan sekarang, disini lah aku. Di Kota Medan yang kian hari kian sumpek. Sendirian di kamar kontrakan nulis postingan ini sambil sesekali menyeka air mata mengingat masa indah kala remaja, juga sedih karena sahabatnya mau pindah kota.
Hei kau sahabat karibku. Aku sedih kau harus meninggalkan kota ini. Tapi aku seneng kau akhirnya berani mengambil langkah ini. Percaya lah, kau berhak bahagia dan hidup lebih baik. Jadi jangan ragu melangkah, kau pasti bisa.
Well, sepertinya aku harus belajar buat sambal pecal. Karena biasanya tiap aku kangen makan pakai sambal pecal, kau yang buatkan untukku. Sampai ketemu lagi, kawan!
0 komentar