ULEE LHEUE, SETELAH SEKIAN LAMA
Ulee Lheue, setelah sekian lama. |
Ulee Lheue, Setelah Sekian Lama – Wisata Aceh : Ulee Lheue, setelah sekian lama akhirnya bisa menjejakkan kaki kesini juga. Lama sekali rindu ini tertahan. Rindu menikmati sore nan cerah dengan pemandangan matahari keemasaan memantulkan cahayanya ke laut, kemudian hilang di balik bukit.
2013, pertama kali kaki ini tiba disini. Seorang diri. Dengan sepeda motor yang dipinjamkan oleh seorang kawan baik. Sore itu sampailah saya di Ulee Lheue yang pagi harinya sudah saya datangi. Ya, Ulee Lheue sebenarnya adalah pelabuhan. Akses untuk menyeberang ke Sabang dan gugusan Pulau Aceh. Pagi harinya saya sebenarnya hendak menyeberang ke Sabang. Karena terlambat, jadilah menunggu esok hari. Sore hari, pinggiran jalan kiri kanan menuju Pelabuhan Ulee Lheue ini dipenuhi penjual aneka jajanan. Beragam makanan dan minuman dijual disini.
Pengalaman seorang diri menikmati sore di Ulee Lheue 6 tahun lalu itu begitu membekas. Kala itu saya berniat suatu saat ingin ke Ulee Lheue lagi kelak.
Baca juga : Menikmati Senja di Pantai Ulee Lheue - Banda Aceh
Ulee Lheue, setelah sekian lama. Tak berubah. Masih senyaman dulu rasanya menikmati sore hari disini. Angin yang bertiup mengibas-ngibas kerudung. Laut yang tenang. Dan matahari di ufuk barat, bertengger di puncak bukit. Masih pemandangan yang sama seperti dulu ketika saya bertandang kesini. Jajanannya pun relative masih sama, jagung bakar, es kelapa muda, gorengan. Hanya ada penambahan di aneka jenis jajanan saja. Suasana masih sama. Tak berubah.
Menghabiskan sore di Pantai Ulee Lheue |
Ulee Lheue, setelah sekian lama. Kedatangan saya kali ini tak sendiri. Bersama Yokko, sahabat saya yang kini tinggal di Banda Aceh, mengikut orang tuanya yang pindah tugas. Seperti biasa, Ulee Lheue ramai di sore hari. Umumnya muda-mudi dan keluarga yang bertandang kesini.
Bersama Yokko, kami memesan air kelapa muda. Sambil menyantap kue pulut bakar, jajanan khas Aceh yang kami beli di jalan menuju Ulee Lheue, beragam cerita pun terbagi sudah. Lama tak bertemu, membuat kami banyak berbagi kisah.
Pulut bakar khas Aceh |
Untuk sebagian orang, mungkin terdengar berlebihan jika saya katakana Ulee Lheue adalah salah satu tempat yang selalu ingin saya singgahi ketika berkunjung ke Banda Aceh. Mengingat tempatnya ya memang hanya berupa jajaran penjual makanan di pinggir pantai di sepanjang jalan menuju Pelabuhan Ulee Lheue. Pantainya pun sebenarnya ya bukan seperti pantai pada umumnya, yang berpasir dan membebaskan kita berlarian sesuka hati disana. Pantai yang dimaksud disini adalah pinggiran laut yang dibuat pembatas.
Tapi jujur saya suka suasana sore disini. Ketika pancaran matahari mulai menguning dan terpantul di laut yang tenang. Kemudian turun perlahan, menghilang di balik bukit. Saya sungguh menikmatinya. Menikmati air kelapa muda yang saya pesan tanpa gula. Menikmati angin yang berisik. Berisik yang menenangkan.
Pantai Ulee Lheue |
Kali ketiga ke Ulee Lheue, akhir Juni lalu. Masih bersama Yokko. Tapi kali ini ada Ulan juga. Selepas menyeberang dari Pelabuhan Balohan Sabang, kami tak langsung pulang ke rumah Yokko, melainkan duduk-duduk di Ulee Lheue.
Matahari masih tinggi. Panasnya masih menyengat. Penjual pun masih satu dua, masih bersiap-siap untuk membuka warung mereka. Wajar saja, masih jam 4 sore. Area ini biasanya ramai sekitar jam 5 hingga menjelang maghrib.
Kami memilih duduk di warung tak jauh dari gerbang masuk Pelabuhan Ulee Lheue. Di ujung. Tas ransel yang penuh berisi semua baju kami membuat kaki enggan melangkah lebih jauh lagi untuk memilah warung. Toh semua sama saja yang dijual.
Seperti biasanya, kami memesan es kelapa muda dan aneka gorengan. Ah nikmat sekali rasanya walau cuma gorengan. Dahaga pun terobati. Di kapal tadi kami tak berani banyak minum. Takut kebelet pipis. Maklum lah, kami bertiga tipe-tipe yang males pipis di toilet umum. Jadi milih nahan haus sebentar ketimbang menahan sesak pipis. Maka ketika sampai di Ulee Lheue, hasrat untuk menyeruput es kelapa muda pun menjadi-jadi. Kalau sesak pipis tinggal pulang saja. Rumah Yokko tak jauh dari Ulee Lheue. Oya, disini tak ada toilet umum.
Tiupan angin adalah salah satu yang khas di Ulee Lheue, namanya juga di pinggir laut ya. Tapi kali itu angin memang lumayang kencang, mungkin karena memang sedang musim angin barat, dimana biasanya gelombang laut tinggi dan angin lebih kencang dari biasanya.
Beberapa kali angin sukses membuat mobat-mabit. Bahkan kursi tak berpenghuni di dekat kami duduk pun terjengkang. Luar biasa angin barat ini ternyata. Tapi begitu pun menikmati sore di Ulee Lheue masih tetap aman kok. Anginnya masih aman. Air laut pun tak sampai naik ke jalan. Jadi masih aman.
sesaat setelah matahari menghilang di balik bukit |
Ulee Lheue, setelah sekian lama. Akhirnya kerinduan saya terobati. Keinginan untuk mengunjungi tempat ini pun kesampaian. Bahkan lebih dari sekali. Semoga lain waktu masih bisa kesini lagi.
Kalian jika mengunjungi Banda Aceh, sempatkan lah sekali waktu menikmati sore di Ulee Lheue.
Sendiri atau bersama kawan, Ulee Lheue tetap menarik untuk dinikmati, setidaknya begitu menurut saya.
Kalian pernah ke Ulee Lheue? Bagaimana kesannya?!
Tags:
WISATA INDONESIAKU
0 komentar