KALI KE-2 NONTON BARENG FILM UNTUK ANGELINE

review film
Nonton bareng film Untuk Angeline

Kali ke-2 Nonton Bareng Film Untuk Angeline : Saya sebenarnya bertanya-tanya, ini pertanda apa ya? *opening yang lebay*. Kemarin film My Stupid Boss saya nonton dua kali. Kini film Untuk Angeline juga nontonnya dua kali. Seakan-akan saya addicted banget sama film. Padahal saya hanya blogger remahan rengginang dan penikmat film biasa. Bukan kritikus film atau blogger dengan niche film yang bertabur undangan nonton bareng artis dan bikin para artis mengidam-idamkan filmnya ditonton dan di-review sama saya *eh, emang ada ya movieblogger yang se-famous itu?!*.

Baca juga : Nonton Bareng Film Untuk Angeline : Berurai Air Mata

Okeh, stop kelebaian pagi ini. Saya mau serius bilang kalau saya bersedia dinikahi sama abang itu *eh.. bukan gitu maksudnya. Yang bener itu serius mau nulis postingan ini. Duuh,, gagal fokus mulu, ngeteh dulu nih cocoknya*.

Kemarin (Kamis, 28 Juli 2016) saya nonton bareng lagi film Untuk Angeline. Awalnya nggak mau nonton sih karena lagi ada beberapa tulisan yang harus diselesaikan *sok banyak kerjaan padahal lebih banyak ngulet-nguletnya dibanding nulisnya*. Juga lagi sok rajin belajar coding. Cuma karena belajar HTML itu memang selalu buat mata saya jereng dan kepala pusing *adek memang nggak ngerti masalah kode-kodean ini bang*. Dan karena satu alasan lain yang dirahasiakan *what?! Rahasia?!*, jadilah saya nonton untuk mengisi ulang energi.

Iya, nonton itu bisa jadi sarana buat nge-refresh pikiran loh. Apalagi kalau nontonnya bareng orang-orang terkasih. Biar kata misalnya filmnya berat, seenggaknya nonton itu membuat kita melipir sejenak dari rutinitas sehari-hari.

Nonton bareng film Untuk Angeline kali ini berbeda dengan ketika saya menontonnya seminggu yang lalu bareng Kopiers Medan. Kali ini saya nonton bareng Kopiers Medan dan pemain Untuk Angeline: Kak Seto dan Hans de Kraker yang berperan sebagai Papa John.

nobar
Bersama kakak-kakak Kopiers Medan
Meski ini adalah kali kedua saya menonton film ini, tetap saja emosi saya larut dalam adegan demi adegan dalam film ini. Rasa kesal, geram, miris, sekaligus sedih bercampur jadi satu. Kekerasan apapun bentuknya dan siapapun pelaku serta korbannya, buat saya tetap saja bukan hal yang patut untuk dilakukan.
Kak Seto, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia – LPAI (d/h Komnas Anak) dan Senior Advisor dari KAMI (Koalisi Anak Madani Indonesia) yang diketuai oleh Arul Muchsen,  kehadirannya disambut baik oleh para penonton Untuk Angeline. Tak hanya sekedar berfoto bersama, berbagai pertanyaan pun banyak dilontarkan pada beliau. Hal ini wajar karena selain ikut mengambil peran dalam film Untuk Angeline, Kak Seto juga dikenal sebagai sosok yang peduli dan aktif dalam hal-hal yang berkaitan dengan anak.

Melalui film Untuk Angeline, Kak Seto berharap banyak orang yang lebih peduli terhadap anak agar kekerasahan anak dapat diakhiri. Tidak hanya untuk kasus Engeline beberapa waktu lalu, tetapi juga ke depannya, semoga masyarakat lebih peduli dan lebih peka dalam membaca tanda-tanda kekerasan terhadap anak. Jika ada anak yang terlihat murung, tidak bersemangat, atau ditubuhnya terlihat tanda-tanda kekerasan, kita sebagai orang dewasa harus segera mengambil tindakan. Orang-orang dewasa harus ramah dan menjadi sahabat yang baik bagi anak.

Komnas Anak
Foto bersama Kak Seto dan Kopiers Medan
Sepemikiran dengan Kak Seto, Hans de Kraker yang dalam sesi ini lebih akrab dipanggil Papa John juga menyuarakan untuk menghentikan kekerasan terhadap anak. Bule Belanda yang ramah ini bahkan mengajak kami untuk merentangkan lima jari tangan saat berfoto bersama sebagai simbol dari gerakan stop child abuse.

stop child abuse
Kopiers Medan dan Hans de Kraker, Stop Child Abuse!
Dua kali menonton film Untuk Angeline, saya semakin paham betapa pentingnya kita untuk bergerak bersama memerangi kekerasan terhadap anak. Untuk Angeline mungkin hanyalah sebuah film. Tapi di balik semua itu, kita seakan diingatkan bahwa kekerasan anak bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja. Tugas kita sebagai orang dewasa yang bijak untuk menghentikannya. Karena anak-anak adalah generasi bangsa. Karena kekerasan adalah sebuah bentuk kebobrokan mental yang tidak hanya merusak mental pelaku, tetapi juga mental si korban.

Kalian sudah nonton film Untuk Angeline? Saya sudah dua kali loh!

Share:

6 komentar

  1. kn jadi baper bnget baca tulisan kk diah keren abizzz ..
    stop kekerasan pada anak jdilah sahabat mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. jangan baper-baper kak, nanti jadi laper hehehhee...

      semoga kita bisa jadi sahabat bagi semua anak di dunia ini ya mbak :)

      Hapus
  2. Kak diah kerenlah, tapi memang benar film ini berpesan kalau kekerasan apapun yang dilakukan akan ada balasan. Semoga kekerasan di Indonesia khususnya kekerasan Anak sudah tidak ada lagi apalagi sampai kejadian seperti Angeline ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin,,, lakukan hal-hal baik agar balasannya juga baik ya kan wi. semoga anak-anak Indonesia bisa tumbuh dengan aman dan nyaman di negerinya :)

      Hapus
  3. semoga tidak ada lagi kekerasan

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin, kekerasan memang tidak seharusnya ada ya pak :)

      Hapus