Trip ke Pulau Pandang - Batubara (Bagian I) : Dulu, saat langkah kaki belum sejauh saat ini, saya selalu bertanya-tanya : kenapa pantai dan laut yang saya lihat di televisi terlihat sangat indah dengan airnya yang jernih kebiruan. Sementara laut dan pantai yang saya lihat langsung hanya menawarkan warna coklat yang butek alias keruh. Maklum, dulu yang saya tahu hanya rumah-rumah kumuh khas pinggir laut di Tanjungbalai, Batubara dan Sei Berombang.
|
Seperti ini kebanyakan pemandangan pemukiman di pinggir laut yang sering saya lihat |
Awal kuliah, pantai yang saya kunjungi adalah pantai-pantai di Serdang Bedagai yang airnya sewarna cappuccino tapi tak membuat saya berniat meminumnya. Saya pun mengingatkan diri sendiri untuk tidak berharap bisa melihat laut yang penuh karisma dan pantai yang mempesona di wilayah Sumatera Utara. Sumatera Utara hanya punya Danau Toba, itu pikir saya.
Lalu, seiring kepak sayap merangkul banyak sahabat dan kaki lebih lasak dari sebelumnya, tangan pun semakin sering menjelajah dunia google yang memberi banyak informasi. Saya pun jadi tahu, ada banyak tempat indah di Sumatera Utara yang belum saya kunjungi. Yang lebih menggembirakan adalah : Sumut punya pulau dan laut yang tak kalah indah dari yang saya lihat di televisi. Ah, saya pun jadi menghayal bisa mengunjungi semuanya.
|
Laut sejernih ini kirain nggak ada di Sumut, ternyata ada, buktinya nih view di Pulau Pandang :D |
Saya harus berterima kasih pada bang Endy dari
Mutiara Indah Charters yang mengajak saya dan Robby menepi sejenak ke Pulau Pandang pada akhir tahun lalu. Mutiara Indah Charters adalah travel milik bang Endy yang menyediakan paket-paket wisata bahari seperti ke Pulau Pandang dan Pulau Salah Namo, Pulau Berhala, dan wisata bahari lainnya. Perjalanan kala itu kami bersama dengan tamunya bang Endy yang lain, rombongan dari salah satu bank nasional.
Pulau Pandang adalah salah satu pulau yang berada dalam wilayah administratif provinsi Sumut. Tepatnya di kabupaten Batubara. Sama seperti pulau Berhala, Pulau Pandang berada di Selat Malaka yang artinya berbatasan dengan wilayah perairan Malaysia.
|
Pulau Pandang, Batubara - Sumut |
Setelah sarapan pagi bersama-sama di pelataran bank di jalan Iskandar Muda, kami berangkat dari titik kumpul di Medan sekitar pukul 06:30 pagi. Perjalanan Medan-Batubara menggunakan bus pariwisata memakan waktu kurang lebih 4 jam ini cukup menyenangkan. Selain karena kondisi bus yang bagus, bersih dan AC yang berfungsi dengan baik, juga karena canda tawa peserta trip dengan joke-joke dan aneka permainan yang dibuat dadakan namun berhasil mencairkan suasana.
Dari Batubara, perjalanan darat dilanjutkan dengan perjalanan laut sekitar dua jam. Cuaca yang cerah dan dapat menyaksikan kehidupan masyarakat di pinggiran laut di Batubara adalah bonus yang tak boleh dilewatkan.
Saya menarik napas lega saat melihat kapal milik
Mutiara Indah Charters. Bayangan harus menumpang boat nelayan pun sirna. Mutiara Indah Charters memiliki armada kapal ferry milik sendiri. Bukan menumpang kapal nelayan *pengalaman tahun 2012 ke Pulau Berhala menumpang boat nelayan*. Jaket pelampung untuk keamanan pun disediakan. So, penumpang tinggal duduk nyaman di ferry dan menikmati pemandangan yang disuguhkan.
|
Tinggal duduk manis dan menunggu tiba |
Setelah semua peserta dan barang-barang dipindahkan dari bus ke kapal, kapal pun bergerak perlahan. Saya dan Robby milih duduk lesehan di bagian depan supaya bisa memandang dengan luas. Awal perjalanan, yang terlihat adalah rumah-rumah panggung milik masyarakat Batubara. Ibu-ibu yang menjemur hasil tangkapan. Sepertinya akan dijadikan ikan asin ataupun ikan rebus. Pengolahan ikan dengan cara dikeringkan dan diasinkan ini membuat ikan tahan dalam jangka waktu yang lama, jadi mengurangi resiko rugi jika ikan tak laku dan busuk jika dijual dalam keadaan basah. Aktifitas nelayan tentu saja banyak kami saksikan disini.
|
Ikan-ikan yang dijemur di belakang rumah |
|
Memilah hasil tangkapan |
|
Berlabuh |
Memasuki lautan bebas, warna air pun berubah. Pemandangan juga beruba. Burung-burung masih ramai beterbangan. Kapal-kapal nelayan banyak terlihat di berbagai sudut. Ada yang berjalan ke arah pulang, ada juga yang seperti kami, menjauh dari daratan dan menuju daratan lain. Langit biru cerah siang itu. Angin mengibas-ngibas jilbab saya. Saya tak peduli, fokus memandangi lautan sambil teringat tentang salah satu cerita Oki dan Nirmala *cerita tentang para peri di negeri dongeng yang dimuat di majalah Bobo yang dulu kerap saya baca*. Pluto si dewa laut *belakangan saya baru tau kalau itu nama planet di sistem tata surya, dan belakangan terdengar kabar Pluto ternyata bukan termasuk planet dalam galaksi Bimasakti*. Juga cerita tentang Deni Manusia Ikan di majalah yang sama.
|
Ada yang tau apa nama burung ini? |
|
Kapal nelayan |
Sepanjang perjalanan selama kurang lebih tiga jam kami habiskan dengan berfoto, bercanda ria dengan rombongan tamu lain yang ikut bergabung ke dek depan, dan tidur hehhehe.. hembusan angin ternyata begitu melenakan. Walau tak benar-benar tidur, tapi suasana begini sangat pas untuk memejamkan mata, diam, dan mendengarkan hati ramai bercerita.
|
Biar kapal goyang karena ombak, nggak mengurangi keinginan buat foto-foto ;) |
|
Ini nih tempat pewe selama di kapal |
Makan siang hari itu dilakukan di atas boat. Mantap benar memang persiapan bang Endy ini. Ia membawa tim sendiri untuk menyiapkan kebutuhan logistik rombongan selama trip, termasuk masak menu makan siang di atas kapal. Wew.. nggak perlu takut kelaparan di tengah laut kalau ikut trip Mutiara Indah Charters, semuanya sudah disiapkan hehhehe… tapi begitupun kami *saya dan Robby* memilih mengabaikan panggilan beberapa orang yang mengingatkan untuk mengambil makan siang kami di bagian belakang kapal. Pasalnya kami memang belum lapar dan tengah asik bercerita *kali ini sombong dikit mentang-mentang tau ada banyak cadangan makanan ehehhee*
Di Pulau Pandang tidak ada dermaga. Jadi ketika sudah sampai, kita harus berpindah ke kapal yang lebih kecil untuk selanjutnya melompat sedikit untuk menjejak pasir. Syukur kalau sukses menjejak di pasir pantai kering. Tapi kalau masuk ke air dan kaki harus basah pun tetap bersyukur, karena itu pun merupakan pengalaman yang menyenangkan :D
|
Turun dari kapal |
|
Eits.. sebelum turun, foto dulu *kibasin jilbab* |
Tak ada penduduk sipil di pulau ini. Yang ada hanyalah petugas menara navigasi. Pengunjung yang datang bisa menyewa mes ataupun mendirikan tenda. Itu saat saya datang akhir tahun lalu. Info terakhir, saat ini sudah ada mess penginapan yang lebih memadai. Hmm.. kabar baik untuk yang suka travelling ala koper tapi pengen ke Pulau Pandang. Kalau saya ditanya sih, tidur di tenda di tepi pantai sudah lebih mewah dibanding tidur di mess *harap maklum, saya pecinta pantai*
|
Musholla di Pulau Pandang |
Saat peserta lain sibuk mikirin pembagian lokasi tidur dan jadwal mandi, saya tak sabar ingin melihat-lihat apa yang ditawarkan pulau ini. Area pantai tempat kapal kami berlabuh tadi terbilang indah meski tak begitu luas dan panjang. Masih ideal lah untuk bermain volley pantai ataupun berlari-larian di sepanjang pantai seperti di film-film *kebanyakan nonton nih saya :D*
Yang tak kalah menarik pemandangannya adalah pemandangan di belakang mess. Tipikal pantai dengan bebatuan besar. Cantik. Tapi harus hati-hati kalau disini. si Robby saking excitednya memamotret sampai terjatuh dan harus iklas handphonenya rusak dan tangannya terluka, biuuuhhh.. untung dia nggak kapok.
|
View dari belakang mess |
|
Ini juga view di belakang mess |
|
Kalau airnya sejernih ini siapa coba yang nggak pengen nyemplung. Saya kalau rame-rame berani. Kalau sendiri mending menikmati view nya saja :D |
Salah seorang peserta trip yang berasal dari kota Palembang mengaku kalau dirinya tidak sedang merasa di Medan, melainkan di Belitung karena bebatuan yang besar di sekitar pulau. Saya yang memang belum pernah ke Belitung ya hanya manggut-manggut saja, belum berani menyangkal atau menyetujui karena memang belum berkunjung langsung ke Belitung. Tapi yah, anggaplah ini Belitungnya Sumut.
Karena kami memang tidak ikut agenda rombongan bank tamunya bang Endy, kami pun memutuskan untuk berjalan mengitari pulau. Kami awali dari pantai berpasir tempat kapal biasa berlabuh, lalu ke arah matahari terbenam. Kala itu pukul 16.43 WIB. Matahari masih garang. Langkah kaki kami terus melang-lang.
|
Mataharinya masih cetar saudara-saudara |
Di ujung tikungan, pasir pantai lenyap berganti bebatuan. Kami berhenti sejenak untuk mengambil foto. Santai, tanpa takut terburu ataupun diburu. Travelling memang harusnya dijalani dengan santai agar tiap hal bisa dinikmati dan disimpan dalam ruang memori. Baik itu memori kamera ataupun memori di kepala.
|
Dari sini rute bebatuan dimulai |
|
Duduk sejenak, menikmati indahnya ciptaan sang Raja Semesta |
|
Hei, come to me, come to Pandang Island :) |
Menyusuri pinggiran pulau dari batu ke batu, rasanya menyenangkan buat saya. Beberapa kali kami berhenti. Sekedar untuk mengabadikan momen, mengunyah roti isi coklat yang kami jadikan bekal, atau sekedar diam dan memandangi sekitar. Bebatuan besar, rerimbunan pohon hijau, laut yang luas seolah tak berbatas, juga ombak yang menghempas-hempas, serta angin yang tak bosan menyapa. Menikmati semua itu, seketika hati terhanyut dalam takjub. Di antara bebatuan besar dan laut yang tanpa batas itu, rasanya kita begitu kecil, dan Sang Pencipta begitu maha besar. Satu hal yang mengganggu pikiran adalah sampah kemasan yang terlihat di cela-cela bebatuan. Ah, Tuhan sudah menciptakan tempat ini dengan begitu indah. Kita tinggal menikmati dan merawatnya, tapi kenapa malah mengotorinya *gagal paham*.
|
Ingin kuukir namamu di batu ini hai pujaan hati. Tapi yang ada hanya akan merusak keindahannya, jadi kuukir namamu di hati saja, eaaaak... |
|
Lompat dari satu batu ke batu yang lain. Begitu seterusnya. Susahnya itu kalau batunya besar sampe harus mikirin akses buat naik dan turun daru batu tersebut |
|
Entah pose apa ini namanya. Yang penting gaya ;) |
|
Ini aslinya batunya gede loh |
|
Liat batu besar di foto ini, saya malah teringat cerita dongeng masa kecil. Trus ngayal deh, bagaimana kalau ternyata ini adalah hewan raksasa yang membatu *abaikan kesintingan saya pemirsa* |
|
Di imajinasi saya, ini batu kok seperti hewan yang mulutnya setengah mangap ya?! |
|
Ini salah satu spot foto yang saya suka di Pulau Pandang |
Saat bebatuan terputus air laut sementara kaki belum menjejak ke daratan yang dituju, saya dan Robby berpikir sejenak. Sudah di depan mata, tapi akses terputus. Sepertinya mudah dijangkau sih, tinggal celupkan kaki ke air dan berjalan ke daratan. Tapi tau sendiri kan ya, kadang kita tertipu oleh jernihnya air. Saking jernihnya hingga dasarnya kelihatan, jadi kita kira dangkal dan rasanya ingin nyebur, eh nggak taunya dalam. Belum lagi ombak yang menghempas itu. wuiih… saya bergidik membayangkan kalau saja terbawa ombak. Ah, saya memang penikmat debur ombak saat di darat, tapi terlalu parno kalau disuru nyemplung.
|
Kelihatannya cuma riak kecil begitu ya. Tapi aslinya lumayan juga buat hati keder liatnya. Beraninya cuma dari atas saja sayanya. Kalau disuruh nyemplung mah angkat tangan saya hehhehee |
Sesaat kami berpikir untuk balik arah. Memutar kembali ke titik awal. Tapi itu tentu memakan waktu dan hari mulai gelap. Saya mulai khawatir, apalagi saat pergi tadi kami tak pamit. Bagaimana kalau mereka mencari *ini saya kepedean, perasaan ada yang nyari, padahal semua sedang larut dalam kebahagiaan, snorkeling di pantai*. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari akses turun dari batu besar tempat kami berdiri, ke bebatuan kecil dan masuk ke rimbunan pohon. Berharap ada akses untuk mencapai daratan yang tinggal sejengkal itu. Berhubung pohonnya rimbun dan matahari sudah rendah dan berada di balik sana, jadi sedikit gelap. Kami harus berhati-hati menjejakkan kaki di antara bebatuan dan kayu-kayu. Karena batunya lebih kecil, mau tak mau kaki nyelup ke air. Tapi tak begitu parno kalau-kalau airnya ternyata dalam karena tangan masih tetap bisa berpegangan di ranting pohon. Dan yaaah… akhirnya kami menjejek tanah. Senengnya berasa Colombus menemukan benua Amerika *super lebay*.
|
Kelihatannya mudah, tapi cukup susah loh melewati ini. Kami harus masuk ke rimbunan pohon itu dan mencari jalan lewat bebatuan |
|
Udah nyampe daratan, eh kok malah mendambakan daratan lain. Sana berenang kalau berani :D |
Kurang lebih satu jam waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi setengah
Pulau Pandang ini. Cukuplah untuk petualangan hari ini. Nanti malam dan esok pagi sudah ada rencana yang hendak dijalani *Tunggu ceritanya di postingan selanjutnya ya gaes*. Sekarang saatnya kembali ke mess dan mandi. Sedikit informasi, memang tidak ada yang kecarian saat kami pergi hahahhaa..
NB :
- Foto-foto tanpa watermark adalah jepretan
Robby Subrata
10 komentar
Wah keren mbak,, kapan ya ane bisa nyusul ngetrip kesana :D
BalasHapusceritanya juga seru kayaknya..
sementara saya ngetrip ke daerah daerah sendiri dulu dah, besok kalau ada rejeki baru ke yang jauh. Hehe
hm... bisa di jadikan referensi buat praktikum pantai keknya ni kak... *anak kuliahan banget*
BalasHapusWoh,,,sudah lama daku tak melihat gambar-gambar suasana di daerah pinggir laut, hehehe..
BalasHapusAku jadi gagal paham :)
BalasHapusSeharusnya dibuatkan darmaga ya, biar lebih banyak pengunjung datang.
seru banget liat viewnya. indonesia emang surga dunia ya, mak. pengin deh ngetrip ke pulau2 kayak gitu.
BalasHapusAhhh,,, awak pengen kesini.,, ajakin adek lah kak.. :)
BalasHapusKeren kali!!
BalasHapusMasuk bucket list laa
Terima kasih boru regar, telah berbagi dan menginspirasi!
Kalau sewa mess itu harus rame ya? Dan berapaan harganya?
BalasHapuskk pengen ksana
BalasHapusbugjet brpa kira2 ya ? kalau sewa kpl nya aja bisa ?
6Taun yg lalu yaa sist...
BalasHapusSepertinya timbangan msh di bawah 50 yekan..
Mksih yaa untuk tulisannya..