KEPADA IR
foto : Perempuan November |
Kepada Ir /1/
Ir, sempat aku berharap mendengar lembut suaramu di seberang sana
Nyatanya hanya secawan kecewa yang harus kuteguk
Pahit, Ir
Seperti inikah rasa yang harus kau kecap
Dikhianati hidup yang ingin kau hidupi
Ir, siang ini wajahmu menjelma kunang-kunang
Terbang kemanapun pandanganku hinggap hingga akhirnya hanya pekat yg terlihat.
Kamar ke-7, 12 Jun'12
Kepada Ir /2/
Ada titik terang, Ir
Tapi tak seterang cahaya matamu kala bercerita tentang sepasang sayap yang terbang bebas
Penjara jiwa, begitu titik terang itu menamakan diri
Berlari ia ke arahku dengan mengabarkan tentangmu
Ir, apakah ia bagian dari suara hatimu yang berhasil lolos dari penjara yang mengkungkung jiwamu?
Katakan sesuatu, Ir! Agar aku punya alasan untuk menguak jalan menujumu.
Kamar ke-7, 12 Jun'12
Kepada Ir /3/
Beberapa pagi setelah sapamu kala itu
Seseorang dengan suara penuh amarah menginterogasiku
Ia mencarimu, Ir
Ia tak pernah mau menyebutkan nama
Tapi aku tahu ia siapa
Pastilah ia yang telah memenjarakanmu dalam palung duka
Pastilah ia yang telah merenggut mimpi masa mudamu
Ir, kemana lagi kini kau berlari
Kenapa tak menujuku?
Ada banyak ruang di hatiku yang tak tersambangi orang
Kau dapat bersembunyi disana.
Kamar ke-7, 19 Sept’13
Kepada Ir /4/
Ir, tiap pagi aku selalu berharap bisa terbangun dan melihat senyummu
Tapi yang kulihat hanya seekor pipit mungil tanpa sayap yang tengah belajar terbang di dahan pohon jambu biji di samping kamarku
Apakah itu jelmaan jiwamu yang selalu ingin terbang bebas tanpa kungkungan duka yang memenjarakan sayapmu?
Aku enggan menerka-nerka
Aku ingin kau nyata dalam pandangan mata
Tapi jika pun itu tak sempat kita wujudkan dalam rentang usia yang tak kita tahu sampai kapan bertahta dalam raga
Jika memang hanya pipit ini yang mampu kau kirimkan sebagai gambaran jiwamu yang merana
Setidaknya kau harus tahu satu hal : pohon jambu biji itu adalah jelmaan jiwaku yang selalu bahagia menjadi tempatmu bernaung dan belajar terbang.
Kamar ke-7, 19 Sept’13
nb : dimuat di Analisa, Rabu 06 Mei 2015
Tags:
PUBLISH MEDIA PUISI
2 komentar
Mb Diah pintar ya bikin puisi. Salut :)
BalasHapus@mbak Prima : ah nggak kok mbak. Sekarang bahkan sudah tak pernah lagi menulis puisi.
BalasHapus