CERAI ATAU BERTAHAN DENGAN SIKSAAN?
Photo by Perempuan November |
Suatu pagi saya heran saat melihat nama sahabat saya tertera di layar handphone saya, pasalnya ia jarang menelpon saya. Olalaa.. saya terhenyak ketika mengangkat telepon dan mendengar ceritanya. Ia berkata kalau malam tadi baru saja menerima kekerasan dari suaminya. Mulanya ia mengetahui suaminya selingkuh. Hal ini ia ketahui dari inbox sms suaminya. Mereka pun bertengkar hebat. Kendati bukti sudah jelas, suaminya tak mau mengaku. Bahkan ia malah memukuli istrinya. Yang membuat semakin miris adalah, suaminya memukulinya di depan anaknya yang baru berumur empat tahun.
Sorenya saya berkunjung ke rumahnya. Ia pun menunjukkan lebam-lebam ditubuhnya karena kekerasan yang dilakukan suaminya. Hari-hari setelah itu ia sering curhat tentang kelakuan suaminya yang semakin hari semakin menjadi. Memukul, membentak, tidak memberi uang belanja. Saya sungguh tak tega melihatnya.
Sebagai sahabat, saya menganjurkannya untuk intropeksi diri. Memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik lagi. Ia pun mengikuti saran saya, namun suaminya tidak juga berubah. Malah semakin parah karena sahabat saya melunak.
Karena ia terus-terusan mengeluhkan sikap suaminya, saya pun menyarankan agar ia bercerai. Saya berpikir, ia masih muda. Masih punya satu anak. Masih banyak kesempatan untuk memperbaiki hidupnya. Jika ingin menikah lagi pun, pastinya pria lebih memilih janda beranak satu daripada dua atau tiga. Di samping itu, menurut saya, untuk apa lagi mempertahankan sesuatu yang membuat kita menderita. Namun ia menolak dengan alasan tak ingin berpisah dari anaknya. Saya pun menjelaskan bahwa dalam ketentuan hukum, jika terjadi perceraian, maka hak asuh anak di bawah umur jatuh kepada ibunya. Namun lagi-lagi sahabat saya itu tidak mau karena suaminya telah terlebih dahulu mengancamnya. Jika mereka berpisah, maka hak asuh anak jatuh ke tangan suami, begitu ancaman sang suami. Alasan lain yang menjadi pertimbangan sahabat saya tak mau bercerai adalah: tak ingin membuat malu keluarga karena pernikahannya yang gagal. Ia juga tak tahu bagaimana akan menghidupi ia dan anaknya jika nanti bercerai. Alhasil, ia hanya pasrah menghadapi semuanya.
Saya sungguh geregetan melihat sikap sahabat saya. Mungkin karena saya belum pernah merasakan berumah tangga dan menjadi ibu. Tapi walaupun begitu, tetap saja menurut saya, pasrah bukanlah jalan keluarnya. Bercerai memang belum tentu menyelesaikan masalah. Akan ada banyak hal yang tidak mudah ketika seseorang memutuskan bercerai. Jadi bahan perbincangan orang, merasa gagal dalam hidup, dikucilkan keluarga karena dianggap buat malu, dan ketakutan akan menjalani kehidupan setelah bercerai (terutama masalah financial, ini menjadi ketakutan besar bagi mereka yang secara financial memang kekurangan dan tidak memiliki pengalaman bekerja). Belum lagi anggapan sebagai “orang tua egois” karena lebih mementingkan diri sendiri daripada psikologi anak. Pertimbangan-pertimbangan itu menjadi momok bagi perempuan yang merasa tidak bahagia dalam berumah tangga namun takut mengambil keputusan bercerai.
Perceraian memang sesuatu yang harus dihindari dari sebuah pernikahan. Bahkan, dalam agama islam disebutkan, perceraian adalah hal yang dibenci Allah. Tapi seperti yang saya katakan tadi, untuk apa mempertahankan sesuatu yang hanya membuat kita menderita. Disiksa, tidak diberi nafkah, apalagi yang bisa diharapkan dari seorang pria seperti itu. Demi anak? Anakpun lebih menderita batinnya ketika melihat ibunya disiksa oleh ayahnya sendiri. Bercerai memang akan melukai perasaan anak, namun tetap bertahan dan membiarkan anak kita menyaksikan kekerasan, itu juga sangat melukai perasaannya, mempengaruhi perkembangan psikologisnya.
Semua orang berhak bahagia dan memperjuangkan kebahagiaannya. Kenapa harus memilih menderita lahir batin daripada menjadi bahan perbincangan orang. Mereka berbincang paling juga seminggu dua minggu. Jauh lebih baik daripada tersiksa lahir-batin seumur hidup. Masalah hak asuh anak, jika memang harus masuk ke ranah hukum, ya jalani saja. Toh, anak juga pasti tak ingin terus-terusan melihat kekerasan. Jika besar kelak, anak juga pasti akan bisa memahami kenapa orangtuanya memilih berpisah.
Menghadapi kenyataan bahwa kita gagal berumah tangga, memang bukan hal yang mudah, tapi juga bukan berarti tidak bisa kita lewati dengan baik. Jika memang tak ada lagi kebahagian, untuk apa lagi bersama. Tak perlu takut menghadapi hari sebagai single parents. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di hari esok, bukan tidak mungkin dengan bercerai justru kehidupan kita jadi lebih baik.
Wanita, seringkali hidupnya terjajah oleh pemikiran-pemikiran yang berkembang di masyarakat yang ia yakini. Padahal, seringkali kita justru tersiksa demi mempertahankan pemikiran-pemikiran tersebut. Untuk mereka yang tengah gunda memutuskan masa depan rumah tangganya, putuskanlah dengan bijak. Jika masih bisa diperbaiki, perbaikilah. Jika tidak, jangan ragu untuk bercerai. Untuk yang belum menikah, persiapkan diri. Jangan menggantungkan diri sepenuhnya pada suami, karena terkadang hal itu justru menjadi senjata mereka untuk semena-mena kepada istrinya. Karena mereka yakin, kita tak akan mampu tanpanya. Karena itu, jadilah wanita mandiri. Jika suatu saat menikah dan menghadapi kenyataan harus berpisah, kita sudah memiliki persiapan untuk menjalani hidup tanpa suami. Mari menjadi wanita berhati lembut, bermental kuat dan berpikiran merdeka.
***
Kamar ke-7, 06 Jun’12
Tags:
PUBLISH MEDIA ARTIKEL
29 komentar
Kadang-kadang wanita merasa dilema kalu dihadapkan pada sikon begitu, satu sisi pingin melepaskan diri tapi sisi lain berkata sebaiknya bertahan (namun terus berusaha jadi lebih baik). Pilihan yang sulit ya... kalau aku pribadi siy memilih untuk selalu memberikan kesempatan kedua ke pasanganku, mdh2an semua jadi pembelajaran penting dalam hidup berumahtangga :).
BalasHapusIya kak, mungkin karena Diah belum ngalamin hidup berumah tangga kali ya makanya enteng aja nyaranin cerai. cuma kan ya, kalau udah disiksa dan dimaki di depan anak, trus nggak dikasi nafkah, kok ya udah di luar batas toleransi banget menurut diah :)
HapusAnak yang harus di pertimbangkan kala umur kita pendek sp yg haru kita jawab tentang anank2 kita yang kita tinggal kan karna prilaku orangtuanya karna bercerai...tuhan memberikan cobaat yang tidak munggkin tidak bisa dilampaui manusia tsb.semua ni kita cari hanya untuk akhirat kelak kita disana...kalau dunia ini haya sementara kita menjalani nya.jalani lah printah tuhan menurut kepercayaan kita masing2
HapusHmmm, susah juga yah pilihannya. Mungkin sebelum mengambil keputusan cerai, kita harus benar-benar memikirkan baik buruknya, Karena cerai itu terkadang bukan akhir masalah, walaupun sebagian orang memilih untuk bercerai. Semua bisa kita komunikasikan, mungkin ngobrol berdua dengan kepala dingin .
BalasHapusTapi kalau seperti itu kejadian nya aku lebih menyarankan untuk bercerai. Mungkin suaminya itu bukan jodohnya. Kakak sepupu aku seperti itu juga Dan setelah bercerai dia mendapatkan yang lebih baik. Semoga saja..
cerai mungkin nggak jamin bakal dapat yang lebih baik. tapi ya kita berharapnya yang terbaik daripada disiksa gituh ya kan kak rin :)
HapusBerat aahh,,, Sebagai Lelaki,, mungkin yang menjadi pertanyaan kenapa si suami tega lakukan penyiksaan?
BalasHapusYa, semua tergantung Hidayah juga sih, kalau tetap bertahan, berharap suami dapat berubah hasil kesabaran istri, (tapi tidak tahu kapan)
Jika ditanya pendapat keluarga or sahabt kebanyakan sih memilih "Bercerai" iya kan?
#BahasApaIni,, hahhahahahh maaf mbak diah,, :P
sekali-sekali bahas tema berat gpp lah bro rudi :D
Hapusiya, keluarga mana coba yang mau anaknya dianiaya. pastinya nyaranin untuk pisah. cuma temenku ini memang nggak ngasi tau keluarganya tentang masalah ini. alasannya dia nggak mau keluarganya jadi repot gara-gara dia. trus dia juga gak mau bikin malu keluarga kalau cerai.
kenapa suaminya tega? itu juga yang pengen aku tanyakan ama suaminya :D
Ehhehe.. pilihan cuma 2 sih. Tetap bertahan dengan konsekuensi menerima semua perlakuan, atau bercerai dan melanjutkan hidup. Sungguh tidak sehat si anak melihat pemandangan ibunya dipukuli. rusak mentalnya. Kalau sekali lagi dipukuli, mending bikin visum saja untuk bukti di pengadilan jikalau memang ingin bercerai. Hak asuh anak tetap pada Ibu kok. Si ayah yang harus menanggung semua biaya hidup anak. Tapi memang lebih seringnya para ayah ini mangkir dari tanggung jawab. Dan biasanya, jika si Ibu yang mengajukan gugatan, prosesnya akan lebih cepat. Biayanya juga ga mahal kok. Gak usah pake pengacara juga. Apalagi dengan tuntutan kekerasan seperti ini.
BalasHapusInsya allah jika niatnya untuk mengurus anak, rejeki ada saja. Saya syudah mengalami sendiri hihihi.
Maaf diah, kepanjangan :))
gak panjang kok kak win, masih berapa baris, masih kalah ama cerpen hehhehee..
Hapusnggak cuma anaknya kak yang bakal rusak mentalnya karena liat ibunya dipukuli. tapi si ibunya juga bisa terganggu jiwanya kan ya.
itu dia kak, awak udah jelasin masalah hak asuh anak. sampe tanya ke kawan yang ngerti hukum, apa-apa saja point yang bisa buat hak asuh anak jatuh ke bapak. dan point-point itu nggak ada di si kawan ini. jadi kalaupun masuk ranah hukum, in sha Allah bakal ibu yang ngasuh.
tapi ya itu, si kawan terlalu takut dan banyak pertimbangan. kita sebagai teman toh cuma bisa ngasi saran dan dukungan aja. keputusan tetap di tangan yang bersangkutan. cuma tetep aja Diah suka geregetan sendiri liatnya :D
Ini pilihan tersulit, mungkin kembali memahami diantara keduanya. Apakah cerai solusi?
BalasHapuskalau kondisinya keduanya emang mau memperbaiki diri, mungkin kembali saling memahami dan sama-sama intropeksi diri adalah pilihan paling bijak. tapi ini kondisinya kan beda, si cewek udah coba melunak, tapi cowoknya nggak berubah. timpang dong kalau cuma satu aja yang nyoba berbenah, ya nggak? :D
Hapus>.< turut bersedih tapi ga bisa bantu cuma bisa bantu do'a saja semoga dapat jalan yang terbaik
BalasHapussaya tidak bisa menyarankan apapun karena semua serba salah disini
kalau cerai ia harus memikirkan omongan/gunjingan kepada dirinya yang dia dan anaknya akan kena belum lagi dampak psikologi sang anak yang bisa kacau
kalau bertahan ia harus terguncang psikogisnya dan anaknya juga bisa begitu
@guru5seni8
http://hatidanpikiranjernih.blogspot.com
betul mbak, kita sebagai teman cuma bisa kasi saran, dukungan dan do'a. semoga tidak banyak perempuan dan anak-anak lainnya yang mengalami hal sama. dan semoga kitta semua terhindar dari hal tersebut, amin.
HapusRumit. Bercerai atau tidak bercerai !
BalasHapusJawaban saya, manapun yang dipilih oleh dia tidaklah salah. Pasti ada pertimbangan oleh orang yang terlibat yang tidak terlihat oleh kita yang berada di luar.
Siapapun yang berada di luar tidak bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi di dalam. Baik di dalam hati yang terlibat atau di dalam rumah mereka.
Tugas yang berada di luar adalah memberi saran sepanjang yang diketahuinya. Bukan menjudge baik , buruk, benar, salah terhadap orang yang terlibat. Mungkin mengesalkan untuk hanya bisa memandang, tetapi memang hanya sebatas itu wewenang yang diberikan pada yang berada di luar.
Sama halnya ketika kalau kita sedang memiliki masalah dengan istri atau suami di rumah, tentu tidak akan menyenangkan ketika orang tersebut memberi dukungan baik kepada kita atau pasangan kita. Bagaimanapun pasangan kita yang seburuk apapun sebenarnya berada lebih "dekat" daripada orang luar yang "terdekat" sekalipun.
iya pak :), tulisan ini juga tidak bermaksud membenarkan atau menyalahkan. sejauh ini saya juga hanya bisa menyarankan apa yang menurut saya baik. yang memutuskan tetap yang bersangkutan :)
HapusBukan mbak.. bukan menuduh menyalahkan. Hanya membahas mengenai dilema rumah tangga memang menggemaskan. Hanya seringkali secara tidak sadar kita menyeret diri kita sendiri untuk menilai orang berdasarkan tata nilai kita sendiri.
HapusMengapa demikian, mengapa begitu? Ujungnya kita membelit diri kita sendiri dengan berbagai praduga berdasarkan aduan dari satu sisi.
Terus terang bahasan yang bagus... mengundang orang untuk bertanya..
Benar Pak Anton, mungkin karena sering dijadikan tempat curhat oleh mereka yang mengalami, tanpa sadar kita ikut masuk dalam masalah tersebut dengan memikirkan ini itu :)
Hapusitu sudah terjadi kdrt,pakailah hak2 istri atas kejadian itu secara hukum.
Hapustidak dijelaskan awal terjadinya PERUBAHAN dalam internal masalah mereka,logika saja ada asap tentu karena ada api,apa latar belakang terjadinya hal ini yang belum diungkap istri?
rasanya tidak masuk akal suami tanpa alasan nggebuki istrinya,pasti ada alasan apakah dari sisi suami atau sisi istri?
sampai suami meng claim,jika cerai maka anak akan dibawa suami,ini aneh,seperti suami meragukan jika anak dibesarkan istri akan bermasalah?
cobalah dulu buka sisi diri istri,apa yang telah diperbuatnya sehingga ini terjadi,jangan hanya menyampaikan endingnya saja ketika suami hanya bisa marah,mukul2 istri dll.
dengan demikian pemberi saran menjadi obyektif terhadap kasusnya.
Saya ingin katakan pd seseorang yg lagi seneng seneng berselingkuh di suatu tempat, aku tau.....allahpun tau dan melihat betapa kejinya kalian. Dan neraka tempat kalian kembali
BalasHapussepertinya mbak Della lagi diselingkuhin nih. sabar dan tetap berserah diri ke Allah mbak. semoga diberi jalan keluar dari tiap masalah :)
Hapusbukan so bijak,tpi bri tau si istri,jadikan anak alasan prtama,karena jadi (apa/bagaimana/siapa) nya anak..bakalan menjadi suatu pandangan buat orangtua..
BalasHapusiya mas, justru anaklah alasan pertama dia untuk bertahan :)
HapusMemang sering kejadian seperti ini, tapi Ibu selalu tetap bertahan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga walau rasa yang di alami pahit. Demi menjaga perasaan anak dan orangtua yang telah menjodohkannya. Love My Mom
BalasHapusmendingan bercerai daripada hidup dalam keadaan seperti itu,,, dari pada hancur masa depan anak,, bagi pria yang memandang wanita yang tidak takut dengan perceraian karena ingin maju akan dipandag lebih
BalasHapusmirip dg nasib sahabat saya. dia berusaha bertahan meski sering mendapat siksaan lahir bathin.tabiat kasarnya tdk nerubah sjak awal perkawinan. padahal scr fisik dia cantik, scr finansial tdk tegantung kpd suaminya krn dia jg seorang pegawai negeri yg punya penghasilan. Klo mendengar keluhan/ceritanya sy sering ikut gemes.krn betapa sabarnya menghadapi sikap suaminya yg kekanak2an. pdhl usianya jg jauh lbh tua dari istrinya. Dan yg sangat memilukan adlah saat dia cerita betapa suaminya sangat merendahkan dan tdk menghargai keluarga besar istrinya,tdk memiliki rasa hormat kepada orang tuanya.dia jg merasa sangat sedih dan berdosa krn punya suami yg durhaka dg orang tuanya. Klo sy pribadi mungkin sdh kabur,krn apa yg hrs dipertahankan? tp sy salut.teman sy msh bertahan meski hidup dlm tekanan.
BalasHapusSubhanallah.. bener bgt yg dikatakan oleh penulis..
BalasHapusSelalu bertahan dan bertahan hingga melampaui waktu 16 tahun tapi tak ada perubahan ,bingung kalau pisah kasihan anak kalau di lanjutin hati makin rusak pilih yang mana tu ?
BalasHapusItulah uniknya insan berjenis kelamin wanita... sudah kodratnya untuk dituntut terus bersabar...
BalasHapusSabar adalah sebaik-baik pilihan...
Sesungguhnya dgn sabar dan sholat hati menjadi tenang
..��
Halo saya di sini untuk memenuhi salah satu janji saya kepada pria hebat Dr Solo Wise yang membantu saya mendapatkan suami saya kembali setelah 4 tahun berpisah. Dia meninggalkan saya dan anak-anak kami dan pergi ke wanita lain yang Dr Solo mengatakan dia menggunakan Voodoo aneh yang kuat pada suami saya. Tetapi terima kasih Tuhan untuk menggunakan Dr Solo untuk membantu memecahkan voodoo dan membawa suamiku kembali. Saya berharap saya bertemu dengannya sebelumnya tetapi saya tetap berterima kasih padanya. Dia juga dapat membantu Anda memecahkan masalah lain, email-nya
BalasHapus[email protected]
WhatsApp + 855976707219 menghubunginya hari ini dan berterima kasih padaku nanti.